Learning Materials

Mukadimah 1

Sebuah pepatah kuno menyatakan bahwa ”it takes a village to rise a child”. Sungguh merupakan kalimat yang singkat, namun memiliki makna yang mendalam. Berikut setidak-tidaknya tafsir ringkasnya: (1) Sangat tidak mudah untuk membesarkan dan menumbuhkembangkan anak, sehingga memerlukan sejumlah pihak, di luar keluarga inti untuk membantu mendidiknya, (2) Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membentuk anak menjadi berkepribadian baik dan berakhlak mulia seperti yang diharapkan hampir seluruh orang tua dan masyarakat, (3) Diperlukan kekompakan dari warga masyarakat/komunitas, untuk menjadi lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kepribadian dan karakter anak. Artinya, dibutuhkan saling pengertian untuk membangun linkungan yang bersih dari pengaruh buruk. Diperlukan usaha untuk saling mengingatkan satu sama lain ketika seorang anak mulai keluar jalur, melakukan kenakalan diluar batas dan lain-lain. Dibutuhkan kepekaan dan empati tinggi untuk bukan hanya mendidik, mengawasi dan menasehati anak sendiri, namun juga anak-anak tetangga di sekitar tempat tinggal. Jika perlu, satu kampung ataupun satu desa berkomitmen untuk membangun stimulasi positif dan mencerdaskan bagi siapapun anak-anak yang tinggal di lingkungan sendiri

Maknanya, bagi orang tua yang menginginkan anaknya bertumbuh kembang baik, maka ia juga harus peduli dengan lingkungannya, dan wajib bersedia untuk membangun ekosistem yang baik di lokasi tempat tinggalnya. Sehingga pola timbal balik dan interaksi positif akan terjadi. Masyarakat ikut merasa punya tanggung jawab dalam mendidik anak-anak di lingkungan mereka tinggal.

 

Mukadimah 2

Sejatinya, isu membangun generasi penerus masa depan bangsa, lekat kaitannya dengan pola asuh orang tua atau aktor signifikan yang mengurus anak. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain -lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya (Latifah, 2011) dalam (Ayun, 2017)

Maka, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah pola hubungan antara orang tua dan anak, dalam konteks mendidik, mengembangkan dan mendewasakan anak tersebut. Pola asuh adalah interaksi yang dilakukan dengan tujuan khusus, disertai pola bentuk komunikasi khusus untuk menyiapkan anak menyongsong masa depannya. Pola asuh dapat menjadi sangat bervariasi, mengingat orang tua juga merupakan kumpulan dari individu yang berbeda sikap, kepribadian dan latar belakang, yang kemudian disatukan melalui ikatan pernikahan. Sehingga pola asuh antara satu orang tua dengan orang tua lain, berpontesi sangat berbeda-beda.

Pola asuh merupakan cara orang tua dalam menjaga, mengasuh, mendidik, dan melatih seorang anak agar menjadi anak yang mandiri dan bisa melakukan semua pekerjaan dengan pemikiran sendiri (Sonia & Apsari, 2020). Sehingga tidak dapat dipungkiri, bahwa pola asuh merupakan sesuatu yang sangat penting, karena sangat berpengaruh terhadap bagaimana anak tumbuh dan berkembang.

 

Mukadimah 3

Paradigma Pembangunan Sosial, dalam dua-tiga dekade terakhir terus mencuri perhatian para pengelola negara. Ciri penting dari paradigma ’baru’ ini adalah menempatkan manusia sebagai pusat (tujuan akhir) dan aktivitas pembangunan dan bukan hanya sebagai objek atau alat. Tujuan tertinggi dari pembangunan adalah tercapainya human developmen atau Pembangunan sumber daya manusia (Wirutomo, 2022). Hal ini bermakna bahwa energi Pembangunan, juga perlu diarahkan pada program edukasi bagi penduduk bangsa agar menjadi lebih pintar dan memiliki kapabilitas yang lebih baik dalam membangun dirinya dan keluarganya.

Pada konteks negara, anak-anak hari ini adalah calon generasi penerus masa depan. Maka segala upaya untuk mengasuh dan membesarkannya adalah investasi. Segala usaha untuk menghadirkan ekosistem yang kondusif untuk pengembangan potensinya adalah hal yang penting dan wajib menjadi arus utama. Kehilangan momentum atau fokus dalam perkara ini, dapat menimbulkan kehilangan ataupun kerugian besar bagi negara. Kuantitas demografi yang seharusnya dapat menjadi bonus, dapat berubah menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.

Maka, sebagai bagian integral dari pembangunan sosial, isu pengasuhan anak dalam keluarga adalah krusial dalam membangun generasi. Momentum kemerdekaan ini, adalah saat yang tepat merancang lebih detail program edukasi bagi orang tua dan calon orang tua. Tujuan utamanya, adalah tentu untuk meningkatkan kapasitas pengasuhan, sehingga mampu memberikan pengasuhan yang semakin baik bagi anak-anak mereka.

 

Materi Pembelajaran 1

Narasi singkat: Pengingat bagi orang tua bahwa setiap kepala keluarga akan ditanya apa yang telah dikerjakannya

Tautan: (1921) APA YANG AKAN DITANYA KEPADA KEPALA RUMAH TANGGA KELAK?-SERI KAJIAN PARENTING BERSAMA Dr Herbow – YouTube

 

Materi Pembelajaran 2

Narasi singkat: Pengingat bagi orang tua, bahwa manusia tidak diciptakan dengan sia-sia. Mendidik anak-anak kandung, dapat dijadikan sebagai sub misi yang mulia

Tautan: (1921) SERI KAJIAN ISLAMI-MEMBANGUN KEBERFUNGSIAN HOLISTIK KELUARGA INDONESIA BERSAMA Dr HERBOW – YouTube

 

Materi Pembelajaran 3

Narasi: Rise your child, rise your self. Maknanya adalah orang tua dapat terus mengembangkan diri dan kepribadiannya seiring sejalan dengan membesarkan, mendidikan dan membersamai pertumubuhan anak-anaknya.

Tautan: (1921) SERI KAJIAN PARENTING BERSAMA DR. HERY WIBOWO. S.Psi., M.M – YouTube

 

Materi Pembelajaran 4

Membangun Bangsa Melalui Strategi Perubahan Perilaku (republika.co.id)

 

Materi Pembelajaran 5

Kewirausahaan dan Pola Pikir Berkembang (Growth Mindset) (republika.co.id)

 

Materi Pembelajaran 6

Pakar Unpad: Lato-lato Momen Lepaskan Anak dari Game dan HP Halaman all – Kompas.com