News and Documentation

Asa Baru dari Kewirausahaan Sosial

kewirsos

Asa Baru dari Kewirausahaan Sosial

Ketika pesimisme menyebar karena melihat masalah sosial yang masih sangat banyak disekitar kita, tingkat kesejahteraan yang belum sesuai harapan, beragam kebutuhan yang belum terpenuhi dan berjuta potensi yang belum dikembangkan, maka mudah sekali bagi warga negara untuk duduk diam dan menggerutu.

Bagaimana sebaiknya mensikapinya? Tentunya, setiap kita berhak punya pendapat, pemikiran dan akhirnya tindakan masing-masing terkait hal ini. Apakah itu ikut menyalahkan, tidak peduli ataupun berbuat sesuatu yang berbeda. Hemat penulis, adalah bijak untuk selalu berniat belajar dan mencoba hal-hal yang baru. Salah satu pelopor kewirausahaan sosial di Inggris, Soutcombe menyatakan bahwa peran Negara (state) sudah semakin ringan dan berkurang. Hal ini disebabkan karena lebih dari 55000 warga negaranya telah menjadi wirausaha sosial. Ini adalah bukan gerakan anti pemerintah, namun gerakan yang dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa sangat sulit bagi suatu Negara untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan seluruh warga negaranya. Artinya, perlu ada dukungan dari bawah (bottom up) terkait usaha pemenuhan kebutuhan dan kepentingan tersebut. 

Oleh karena itu bergeraklah mereka di berbagai bidang, seperti penerbitan untuk  dan oleh sesama tunawisma, organisasi yang mendukung perdangangan yang adil, usaha mengaktifkan broadband internet sendiri, usaha menjadikan desa wisata, perbankan berbasis kewirausahaan sosial dan lain-lain. Artinya, inilah era dimana warga Negara dapat jauh lebih terlibat urusan kesejahteraan sosial bangsanya. Inilah jaman kewirausahaan sosial, dimana semangat untuk memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan warga dan lingkungan sosial terdekat sudah semakin tidak dapat dibendung. Pola yang dilakukanpun tidak lagi seperti dulu, yaitu beramai-ramai membuat proposal dan mengajukan ke lembaga donor atau menunggu hibab/bantuan sosial.

Gerakan kewirausahaan sosial adalah sebuah proses yang dilakukan oleh warga negara dengan membangun atau mentransformasi institusi untuk meningkatkan solusi pada permasalahan sosial, seperti kemiskinan, penyakit, kesulitan baca tulis, kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi dan korupsi, dalam rangka membangun kehidupan yang lebih baik bagi semua (Bornstein & Susan, 2010). Atau oleh ahli lain, dikatakan bahwa kewirausahaan sosial adalah sebuah proses yang melibatkan aplikasi inovatif dan kombinasi sumber-sumber untuk memperbesar kesempatan dalam rangka mengkatalisasi perubahan sosial dan atau menyelesaikan masalah sosial (Mair & Marty, 2006p37 dalam London, 2010:8).

Gerakan kewirausahaan sosial beberapa tahun terakhir ini telah menjadi sebuah gerakan global yang mendunia (Bornstein 2006, Nicholls, 2008). Kajian dari SWA (swa.co.id diunduh 6/3/2011) menyatakan bahwa kewirauasahaan sosial kian terbukti mampu menyembuhkan berbagai penyakit sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kesehatan masyarakat. Hal ini berarti bahwa gerakan kewirausahaan telah semakin diyakini mampu memberikan harapan dan manfaat bagi masyarakat luas.

Artinya, tanpa kita sadari, di dunia ini telah terbentuk suatu gerakan yang berasal dari prakarsa masyarakat, untuk memecahkan masalahnya sendiri, dan juga memenuhi kebutuhannya sendiri. Dan tanpa kita ketahui, telah hadir ribuan aktor pemrakarsa yang tidak bisa hanya diam saja melihat kondisi disekitarnya jauh dari ideal. Hadirnya gerakan kewirausahaan sosial ini, secara umum di dukung oleh dua hal yaitu belum efektifnya pelayanan publik (sehingga mendorong warga untuk bergerak mandiri), dan juga meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, sehingga mampu mendorong pendayagunaan informasi secara mobilisasi kreatif dari sumber daya yang ada.

Penggunaan istilah kewirausahaan, pada terminologi kewirausahaan sosial, mengacu pada daya kreasi, inovasi serta keberanian untuk mendobrak hal-hal yang sebelumnya sudah dianggap mapan, dan aspek-aspek yang sebelumnya dikesankan tidak boleh disentuh. Ini adalah dorongan untuk menghasilkan solusi yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, serta sebuah gerakan mobilisasi sumber daya yang memaksimalkan sekecil apapun potensi yang ada.

Banyak kota di Indonesia yang sudah semakin menunjukkan geliat kewirausahaan sosial. Sehingga tidak salah kiranya jika kita memupuk asa bahwa banyak masyarakat pada khususnya dapat menyingsingkan lengan baju untuk bergerak membangun wilayahnya sendiri. Faktanya, saat ini telah banyak gerakan menimbulkan harapa besar seperti gerakan masyarakat sadar lingkungan (pendaur ulang sampah), kampung-kampung wisata, komunitas pencinta anak jalanan, kelompok pembangkit listrik tenaga air, pendidikan anak luar sekolah dan lain-lain yang kontribusinya terhadap derap pembangunan tidak dapat dipandang sebelah mata. Inilah cikal bakal gerakan yang diharapkan mampu menjadi patner pemerintah dalam usaha memenuhi kebutuhan warga perkotaan.

Gerakan ini sudah lebih mandiri, dengan keyakinan bahwa usaha dengan tujuan manfaat sosial dapat digabung dengan pemanfaatan pasar dalam kerangka bisnis. Artinya, aktivitas bisnis dilakukan untuk menunjang aktivitas yang bertujuan sosial. Inilah menurut penulis, salah satu harapan akan terselesaikannya berbagai masalah sosial yang belum tersentuh pemerintah dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang belum dapat diejawantahkan oleh pemegang kekuasaan.

Jika peserta didik sejak kecil dapat dijejali dengan mata pelajaran sejarah, PPKN, lingkungan alam dll, maka kenapa tidak mereka juga dikenalkan dengan kewirausahaan sosial, yang berpontensi memberikan dampak positif terhadap masa depan mereka atau masa depan bangsa? Artinya, mari buka wawasan dan pemikiran seluas-luasnya. Jika ternyata para siswa SMK mampu berkarya (ketika diberikan kesempatan), maka tentu berbagai siswa yang lain juga akan memiliki kemampuan yang sama, jika diberikan pendidikan kewirausahaan secara sistematis.

Sehingga, bukan tidak mungkin jika segera muncul generasi baru yang berjiwa wirausaha sosial. Ini adalah sebuah generasi yang punya pemikiran solutif untuk beragam masalah sosial, punya pemikiran inovatif untuk pengembangan potensi yang ada di masyarakat dan lain-lain. Ini adalah generasi yang dapat diharapkan sebagai pelanjut tongkat pembangunan di masa depan. Tidak mudah untuk mewujudkanya, namun juga bukan sesuatu yang tidak mungkin. 

Penelitian Hery Wibowo, dkk (2013) telah menunjukkan fakta bahwa sebuah gerakan berbasis komunitas yang bernama komunitas sahabat kota, telah berhasil berkontribusi besar bagi pembangunan kota. Tidak sepenuhnya pada pembangunan fisik, namun lebih kepada pembangunan jiwa kreatif dan inovatif anak-anak penduduk kota. Mereka secara berkelanjutan menawarkan dan memberikan pendidikan alternative bagi anak-anak untuk lebih mengenal dunia di sekitarnya dan terutama mengenal kota di mana mereka tinggal. Sungguh sebuah langkah nyata yang menginspirasi dan perlu ditiru oleh generasi muda lainny